Pasal Kebebasan Berdemokrasi, (UUD NRI TAHUN 1945): Pasal 28 yang menegaskan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” Pasal 28 E ayat (3), "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Adapun nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila terdapat pada Alinea IV UUD NRI Tahun 1945, yaitu “... yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...”. Menyatakan bahwa kedaulatan rakyat adalah esensi dari demokrasi
Konsep demokrasi musyawarah versi Indonesia merupakan salah satu jenis dari teori demokrasi konsensus (Munir Fuady, 2010).
Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, semuanya menganut demokrasi Pancasila. Hal itu terlihat dalam ketentuan-ketentuan berikut ini. Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sesudah diamandemen) berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”. 35 Bab 2 Demokrasi Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Dalam Konstitusi RIS, Pasal 1: Ayat (1), “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Ayat (2), “Kekuasaan Kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan senat”. Ayat (1), “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Ayat (2), “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Berikut merupakan indikator - indikator yang dibuat oleh Affan Gaffar untuk memastikan Indonesia menerapkan sistem demokrasi : Akuntabilitas, artinya semua pemegang jabatan yang dipilih rakyat, harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku, dan kebijakan yang diambil kepada rakyat. Rotasi kekuasaan, artinya pergantian pemegang jabatan dilakukan secara teratur dan damai. Rekrutmen politik yang terbuka, artinya semua orang memiliki peluang yang sama dalam mengisi kekosongan jabatan. Pemilihan umum yang dilaksanakan sebagai wujud pelaksanaan rotasi kepemimpinan, artinya semua orang yang memenuhi persyaratan memiliki hak untuk memilih dan dipilih secara bebas sesuai hati nuraninya tanpa rasa takut dan tanpa ada paksaan. Pemenuhan hak-hak dasar, artinya setiap warga negara dapat menikmati hak dasar mereka secara bebas, hak berpendapat, berserikat, dan berkumpul, dan menikmati pers yang bebas.
UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Naskah UUD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal, meliputi 71 butir ketentuan tanpa Penjelasan. Menurut Yamin, Konstitusi RI yang diputuskan dalam rapat PPKI pada 18 Agustus 1945 memiliki kekuatan mengikat. Artinya, Undang-Undang Dasar ini sebagai dasar hukum yang bersifat mengikat, meskipun dikatakan oleh Sukarno masih bersifat sementara mengingat situasi, kondisi, dan kebutuhan yang mendesak saat itu.
Konstitusi ini terbagi menjadi tiga bagian: Mukadimah Konstitusi yang dinamai bagian Pembuka; Batang Tubuh Konstitusi yang terdiri atas XV bab dalam 36 pasal; dan Bagian Penutup Konstitusi yang terbagi atas Bab XVI Pasal 37, tentang Perubahan Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan dalam IV pasal dalam dua ayat. Pembukaan dan pasal-pasal itu di kemudian hari baru diberi Penjelasan oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo. Selanjutnya, UUD 1945 tersebut dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946. Pembukaan dan pasal-pasal terdapat pada halaman 45-48, penjelasan pada halaman 51-56, dan Pembukaan, Teks Proklamasi ada pada halaman 45.
Secara garis besar, UUD 1945 terdiri atas: PPKI kemudian berhasil menetapkan UUD 1945 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, melahirkan alat kelengkapan negara lainnya, menentukan pembagian wilayah Republik Indonesia, jumlah departemen, membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah lembaga-lembaga kekuasaan terbentuk dan menjalankan fungsinya, PPKI bubar.
KNIP dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan selama belum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sesuai amanat Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Kabinet pertama Republik Indonesia, menurut UUD, terdiri dari Presiden dan Pembantu Presiden dalam menjalankan tugas kenegaraan yang dilantik pada 2 September 1945. Dengan demikian, sejak 3 September 1945, Presiden dalam melaksanakan tugas bekerja secara kolegial bersama Wakil Presiden dan para menteri. Presiden dalam melaksanakan tugas berdasarkan pasal-pasal Batang Tubuh dan Pasal IV Aturan Peralihan. Artinya, Presiden juga bertindak sebagai MPR, DPA, dan sekaligus DPR.
Selain itu, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Pada 17 Oktober 1945, dibentuk Badan Pekerja KNIP (BP KNIP) dengan tugas utama membentuk MPR dan DPR. Selanjutnya, BP KNIP mengusulkan kepada pemerintah untuk mendirikan partai politik seluas-luasnya, melalui Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dengan keluarnya maklumat tersebut, berdirilah 40 partai politik yang ikut berpartisipasi dalam percaturan politik nasional.
Beberapa perubahan pada periode berlakunya UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI hanyalah hal-hal kecil dan bukan masalah yang mendasar. Perubahan perubahan tersebut meliputi: istilah hukum dasar diganti menjadi undang-undang dasar; kata mukadimah diganti menjadi pembukaan; dalam suatu hukum dasar diubah menjadi dalam suatu undang undang dasar; dan diadakannya ketentuan tentang perubahan undang-undang dasar yang sebelumnya tidak ada.
UUD RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Konstitusi RIS secara resmi mulai berlaku pada 27 Desember 1949, setelah KNIP dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah memberikan persetujuan. Dasar hukum pemberlakuan Konstitusi RIS adalah Keputusan Presiden RIS No. 48 tanggal 31 Januari 1950 (Lembaran Negara 50-3).
Pada 27 Desember 1949, terjadi tiga peristiwa penting lainnya, yaitu: penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda yang diwakili Ratu Juliana kepada Mohammad Hatta sebagai wakil Republik Indonesia Serikat di Belanda; penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta; dan penyerahan kekuasaan dari wakil Belanda Lovink kepada wakil Indonesia Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta. Pada periode berlakunya UUD RIS, UUD 1945 tetap berlaku, tetapi hanya di Negara Bagian Republik Indonesia di Yogyakarta dengan Presiden Mr. Assaat. Selama Konstitusi RIS diberlakukan, banyak aspirasi yang muncul dari negara-negara bagian untuk kembali bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akhirnya, pada 17 Agustus 1950, disepakati kembali ke bentuk negara kesatuan.
Konstitusi RIS atau UUD RIS 1945 terdiri atas: Mukadimah, terdiri atas 4 alenia; Batang Tubuh, terdiri atas 6 bab, 197 pasal; Adapun beberapa ketentuan pokok dalam UUD RIS 1949, antara lain: bentuk negara serikat, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik; sistem pemerintahan parlementer, kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri
Undang-Undang Dasar Sementara/UUDS (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Tuntutan dan desakan rakyat dari beberapa negara bagian semakin menguat untuk segera kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Bagian Jawa Timur menjadi negara pertama yang mengusulkan penyerahan tugas tugas pemerintahannya kepada Pemerintah RIS. Pada 15 Januari 1950, Kabinet RIS mengundangkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1950 yang mengatur penyerahan tugas-tugas pemerintahan di Jawa Timur kepada Komisaris Pemerintah.
Langkah ini kemudian di ikuti negara bagian Pasundan dan negara bagian lainnya pada 10 Februari 1950. Namun perlu diingat, Republik Indonesia Serikat merupakan negara yang disusun berdasarkan konstitusional. Karena itu, untuk mengubahnya juga harus dilakukan secara konstitusional.
Perubahan UUD RIS ke Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dituangkan dalam Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Sistematika UUDS 1950 terdiri atas: Mukadimah, terdiri atas 4 alinea dan Batang Tubuh, terdiri atas 6 bab dan 146 pasal. Sedangkan isi pokok yang diatur dalam UUDS 1950, antara lain: bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik; sistem pemerintahan parlementer; dan ada badan konstituante yang akan menyusun undang-undang dasar tetap menggantikan UUDS 1950 Pada masa UUDS 1950, terjadi gejolak yang menyebabkan kondisi politik tidak stabil. Tercatat pada periode 1950-1959, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan pemerintah daerah karena pusat sibuk dengan pergantian kabinet dan tidak memperhatikan daerah. Selain itu, Konstituante sebagai badan yang diberi tugas untuk menyusun undang-undang permanen ternyata tidak berhasil
Sukarno pun mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisikan tiga hal, yakni: membubarkan badan Konstituante; menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950; dan pembentukan MPRS dan DPAS. Sejak dikeluarkannya Dekrit tersebut, kita menggunakan kembali UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Periode ini merupakan periode di mana semua indikator demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik di Indonesia
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari adanya mosi tidak percaya kepada pemerintah dan kabinet meletakkan jabatannya. Indikator akuntabilitas, terlihat pada berfungsinya parlemen dan media massa berfungsi sebagai kontrol sosial. Kehidupan kepartaian memperoleh peluang untuk berkembang secara maksimal. Munculnya multipartai dan pemerintah memberikan kebebasan dalam menentukan ketua dan anggota pengurus. Terlaksananya pemilu yang demokratis, pemilih dapat menggunakan hak pilih tanpa ada tekanan dari pemerintah. Adanya kebebasan berserikat dan berkumpul dibuktikan dengan berdirinya sejumlah partai politik. Kebebasan pers juga dapat dirasakan. Daerah-daerah memperoleh hak otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi dalam mengatur hubungan pusat dan daerah
UUD NRI Tahun 1945 (5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999)
Pemilu tahun 1955 untuk memilih DPR dan anggota konstituante terlaksana dengan baik. Namun, konlik antarelite politik tidak dapat diselesaikan dengan baik. Wakil Presiden Moh. Hatta mengundurkan diri pada 1 Desember 1956. Salah satu alasan mengapa Hatta mundur adalah ketidaksetujuannya terhadap konsep Sukarno tentang demokrasi terpimpin dan penguburan partai politik yang menurutnya dapat mengakibatkan kekuasaan tanpa kontrol yang didukung oleh golongan tertentu.
Konstituante yang tidak dapat mengambil keputusan mengenai rancangan konstitusi, menambah situasi politik tidak stabil. Oleh karena itu, ada upaya pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Pada 22 April 1959, Presiden memberikan amanat kepada sidang konstituante yang memuat anjuran Kepala Negara dan Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 tanpa melalui amandemen dengan empat alasan.
Pertama, UUD 1945 menjadi jalan keluar. Kedua, makna simbolik UUD 1945 sangat besar, yaitu sebagai UUD yang berakar pada kebudayaan Indonesia dan merupakan perwujudan ideologi Indonesia yang sesungguhnya. Ketiga, struktur organisasi negara yang digariskan UUD 1945 akan memperlancar jalannya pemerintahan yang efektif. Keempat, kembali ke UUD 1945 benar-benar sesuai hukum yang berlaku.
Amanat untuk kembali ke UUD 1945 menjadi perdebatan. Tiga kali mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan kembali ke UUD 1945 mengalami kebuntuan. Pemungutan pertama dilakukan pada 30 Mei 1959 dengan pilihan mendukung kembali UUD 1945 atau menolak yang menghasilkan 269 suara mendukung dan 199 menolak. Hasil tersebut tidak memenuhi syarat karena suara yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 2/3 dari 474 anggota yang hadir, yaitu 316 suara. Pemungutan suara kedua dilakukan pada 1 Juni 1959 yang menghasilkan 246 mendukung dan 204 menolak. Suara yang diperlukan adalah 312 suara. Pemungutan suara ketiga dilakukan pada 2 Juni 1959 dengan cara terbuka yang menghasilkan 263 mendukung dan 203 menolak. Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden dan diterima oleh DPR hasil pemilu 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959.
Perlu kalian ketahui, kontrol pemerintahan itu sangat penting. Tanpa kontrol kekuasaan, dapat mengakibatkan kekuasaan tanpa batas dan sewenang-wenang.
Perubahan UUD NRI Tahun 1945
Amandemen adalah kegiatan yang dilakukan oleh MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945, sesuai kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan 37 UUD NRI Tahun 1945. Perubahan itu dilakukan agar undang-undang dasar semakin baik, lengkap, dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.
1. Latar Belakang Perubahan UUD NRI Tahun 1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain: UUD NRI Tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melakukan kedaulatan rakyat, yang mengakibatkan tidak adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) pada institusi-institusi kenegaraan. UUD NRI Tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). UUD NRI Tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang multitafsir atau arti ganda. UUD NRI Tahun 1945 memberikan kewenangan sangat besar kepada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-Undang. Rumusan UUD NRI Tahun 1945 tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan HAM, dan otonomi daerah belum cukup didukung dengan ketentuan konstitusi (MPR RI, 2012: 9-11). Revolutiegrondwet berarti bahwa UUD 1945 adalah UUD yang mengandung gagasan revolusi Indonesia yang berwatak nasional dan sosial. Tujuannya adalah dekolonisasi dan perubahan sosial ke arah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden setelah terjadi unjuk rasa besar-besaran. Unjuk rasa ini digerakkan oleh mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya di Jakarta dan di daerah-daerah. Lengsernya Presiden Soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulainya era reformasi.
Dampak dari amandemen UUD NRI Tahun 1945 terhadap kehidupan kita sebagai bangsa adalah sebagai berikut: Perubahan dari negara yang bersifat subjektif (kedaulatan dilakukan oleh MPR) berubah menjadi objektif (kedaulatan dilakukan menurut UUD). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (2) hasil amandemen. Rule of law menjadi panglima tertinggi dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (3). Kita semua sebagai warga negara Indonesia tunduk pada hukum dasar, yaitu UUD NRI Tahun 1945. Tugas dan fungsi lembaga negara dipertegas, tidak ada lagi lembaga tinggi negara. Perubahan UUD NRI Tahun 1945 menjadikan rakyat yang berdaulat bukan pemerintah atau negara. Adanya check and balance sebagai kontrol lembaga. Rakyat dapat memilih secara langsung wakil rakyat, presiden, dan wakil presiden. 2. Proses Perubahan UUD NRI Tahun 1945
Setelah reformasi, UUD NRI Tahun 1945 telah mengalami empat kali perubahan dalam kurun waktu 1999-2002.
Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 (tentang perubahan UUD NRI Tahun 1945): Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui bahwa langkah pertama dalam proses perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah mayoritas anggota MPR berkehendak untuk mengadakan perubahan. Dalam hal ini dapat dilakukan apabila dalam sidang MPR minimal 1/3 anggota mengajukan usul perubahan UUD NRI Tahun 1945.
3. Hasil Perubahan UUD NRI Tahun 1945
Perubahan UUD NRI Tahun 1945 merupakan peristiwa bersejarah yang diukir anggota MPR periode 1999-2004. Perubahan ini dilakukan pada saat yang tepat, di mana hampir seluruh elemen masyarakat menginginkan perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan itu sangat mendasar dan menghasilkan penyempurnaan atas hukum tertinggi yang sebelumnya dipandang kurang atau ada kelemahan dalam mengantarkan bangsa Indonesia mencapai cita-cita bernegara sesuai amanat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Perubahan dilakukan secara bertahap dan tetap menghormati hasil kerja founding fathers tahun 1945
Perubahan dilaksanakan secara bertahap karena semua usul pada perubahan yang pertama tidak dapat diselesaikan. Selanjutnya dibahas dan diputuskan dalam bentuk Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 sebagai acuan berikutnya. Mekanisme perubahan dengan cara mendahulukan pasal-pasal yang telah disepakati oleh semua fraksi MPR, dilanjutkan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Keempat tahap perubahan menjadi satu rangkaian dan satu sistem kesatuan.